WEBSITE PAFI PUSAT

Pengurus Cabang Persatuan Ahli Farmasi Indonesia Pemerintah Kota Belawan

Pakar Sebut Koalisi Permanen Bahlil Utopia, Ini Penjelasannya

Sejumlah pakar politik menilai wacana koalisi permanen Bahlil untuk mengikat partai-partai pendukung pemerintah bukan hal yang mudah diwujudkan di Indonesia. Menurut mereka, karakter sistem multipartai, dinamika elite, hingga kebutuhan adanya oposisi kuat membuat gagasan tersebut lebih dekat dengan utopia ketimbang kenyataan politik sehari-hari.

Pakar politik tersenyum mengenakan jas hitam membahas wacana koalisi permanen Bahlil dalam diskusi di studio

Mengapa Koalisi Permanen Bahlil Dinilai Utopia

Para analis menjelaskan, dalam sistem multipartai seperti Indonesia, setiap partai memiliki kepentingan dan basis massa yang berbeda. Menyatukan semua kekuatan dalam satu koalisi besar untuk jangka panjang berpotensi mengikis fleksibilitas partai dalam merespons aspirasi pemilihnya.
Mereka menilai, partai cenderung akan tetap mempertahankan ruang tawar-menawar politik, baik di parlemen maupun di pemerintahan. Ketika koalisi dibuat terlalu kaku dan permanen, peluang melakukan koreksi terhadap kebijakan pemerintah menjadi berkurang. Karena itu, pakar menyebut gagasan koalisi permanen lebih cocok disebut sebagai visi ideal daripada rencana yang benar-benar realistis.

Risiko koalisi permanen Bahlil bagi Fungsi Oposisi

Salah satu kekhawatiran utama terkait koalisi permanen adalah melemahnya fungsi oposisi. Dalam demokrasi, oposisi yang sehat dibutuhkan untuk menjalankan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Jika hampir semua partai masuk barisan pendukung pemerintah, suara kritis berpotensi menyusut dan diskusi kebijakan menjadi kurang berimbang.
Pakar menegaskan, tanpa oposisi yang memadai, proses checks and balances bisa terganggu. Kebijakan strategis—mulai dari anggaran hingga program prioritas nasional—dikhawatirkan tidak melalui perdebatan yang cukup di parlemen. Pada akhirnya, publik bisa kehilangan kanal politik untuk menyampaikan ketidakpuasan terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.

Dampak terhadap Kepercayaan Publik

Analis juga menyinggung dampak psikologis bagi pemilih. Bila hampir semua partai berkoalisi dalam jangka panjang, sebagian masyarakat dapat merasa tidak memiliki pilihan politik yang jelas. Situasi ini berpotensi menurunkan antusiasme terhadap pemilu karena warga menilai perubahan kebijakan akan sulit terjadi meski mereka mengganti pilihan.
Kepercayaan publik terhadap lembaga politik pun bisa tergerus jika koalisi hanya dipersepsikan sebagai pembagian kursi dan jabatan, bukan kerja sama untuk memperbaiki layanan publik. Karena itu, pakar mendorong agar setiap wacana koalisi jangka panjang tetap memprioritaskan transparansi dan akuntabilitas di hadapan pemilih.

Alternatif Penguatan Stabilitas Tanpa koalisi permanen Bahlil

Sebagai alternatif, pakar menyarankan penguatan komunikasi politik dan kontrak kebijakan yang jelas antarpartai, tanpa harus mengikat diri dalam koalisi permanen. Pemerintah bisa membangun kerja sama berbasis isu dengan partai-partai di parlemen, misalnya untuk program pembangunan, reformasi birokrasi, atau agenda ekonomi.
Model kerja sama seperti ini dinilai lebih fleksibel dan tetap memberi ruang bagi partai untuk bersikap kritis ketika kebijakan pemerintah dianggap menyimpang dari kepentingan publik. Stabilitas politik tetap dapat dijaga, sementara fungsi pengawasan demokratis tidak hilang.
Pada akhirnya, para pakar menekankan bahwa gagasan koalisi permanen Bahlil perlu ditempatkan sebagai bahan diskusi, bukan keputusan final. Yang terpenting, setiap desain koalisi harus memastikan demokrasi tetap hidup, oposisi tidak dibungkam, dan kepentingan rakyat menjadi tujuan utama.

Berita sport Terupdate hanya di https://pafibelawankota.org

KEMENKES MEDAN

KEMENKES PAPUA

PAFI PUSAT ACEH

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *