Praperadilan Paulus Tannos kembali menjadi sorotan publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan tersebut. Gugatan praperadilan diajukan Paulus Tannos yang berstatus tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Lembaga antirasuah itu menegaskan, penetapan tersangka telah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Praperadilan Paulus Tannos dan Sikap KPK
Dalam sidang praperadilan, tim biro hukum KPK menyampaikan jawaban atas permohonan yang diajukan kubu Paulus. Mereka meminta majelis hakim menerima seluruh tanggapan termohon dan pada akhirnya menolak permohonan praperadilan pemohon. Menurut KPK, tidak ada cacat prosedur dalam penerbitan surat perintah penyidikan maupun penetapan status tersangka.
KPK juga menjelaskan bahwa pimpinan lembaga memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Paulus Tannos. Mereka menyinggung adanya keberatan dari pihak Paulus atas surat perintah penangkapan bernomor tertentu yang diterbitkan pada 26 November 2024. Namun KPK menegaskan, surat tersebut sah dan mempunyai dasar hukum yang kuat sehingga tidak bisa serta-merta dibatalkan melalui praperadilan.
Praperadilan Paulus Tannos dan Sengketa Identitas
Di sisi lain, kuasa hukum Paulus Tannos menilai ada masalah pada aspek identitas dan kewarganegaraan. Mereka berargumentasi bahwa objek praperadilan hanya semestinya menyangkut warga negara Indonesia, sementara Paulus disebut memiliki dua kewarganegaraan. Atas dasar itu, tim kuasa hukum mencoba menggoyang keabsahan proses penetapan tersangka.
KPK menilai dalil tersebut tidak relevan karena perkara menyangkut tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Indonesia. Selama perbuatan terjadi dalam yurisdiksi Indonesia dan melibatkan proyek nasional seperti e-KTP, penegak hukum di Tanah Air tetap berwenang memproses pelaku, apa pun status kewarganegaraannya.
Status Tersangka dan Proses Ekstradisi dari Singapura
Paulus Tannos sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka karena perannya sebagai direktur utama salah satu perusahaan pelaksana proyek e-KTP. Ia diduga ikut hadir dalam berbagai pertemuan yang menghasilkan kesepakatan merugikan negara dan menguntungkan pihak tertentu. Setelah ditetapkan tersangka, keberadaan Paulus sempat tidak diketahui hingga akhirnya masuk daftar buronan.
Sejak Oktober 2021, namanya resmi berstatus buron. Pada Januari 2025, Paulus Tannos ditangkap di Singapura berdasarkan permintaan otoritas Indonesia. Meski sudah diamankan, ia masih menjalani proses hukum terkait ekstradisi dan belum dipulangkan ke Indonesia. Pengadilan di Singapura bahkan disebut menolak sejumlah keterangan saksi ahli yang diajukan Paulus untuk mempertahankan posisinya.
Meski menghadapi proses ekstradisi, Paulus tetap berupaya melawan melalui jalur Praperadilan Paulus Tannos di PN Jakarta Selatan. KPK berharap hakim menolak permohonan tersebut sehingga status tersangka tetap melekat dan proses penegakan hukum terhadap dugaan korupsi e-KTP dapat terus berjalan. Putusan praperadilan ini akan menjadi penentu penting bagi kelanjutan kasus besar yang sudah bertahun-tahun menyita perhatian publik itu.
Baca juga – Penerima Bansos Bogor Punya Rumah Mewah, Status Dicabut












Leave a Reply